BlogKhutbahMenemukan Hikmah di Balik Gagalnya Pergi Haji

Menemukan Hikmah di Balik Gagalnya Pergi Haji

Menemukan Hikmah di Balik Gagalnya Pergi Haji

Haji bukan sekadar perjalanan jauh menuju tanah suci, melainkan rukun Islam kelima yang hanya diwajibkan bagi mereka yang benar-benar mampu secara fisik, finansial, dan mental. Kemampuan ini bukan sekadar soal materi, tapi juga kesiapan hati dan tanggung jawab sosial. Karena itu, siapa pun yang belum memenuhi syarat-syaratnya, tidak tercela; justru dimaafkan oleh Allah SWT. Sebab haji adalah ibadah istimewa yang menuntut kesiapan lahir dan batin. Jangan sampai niat mulia menunaikan haji justru mengabaikan jerit lapar tetangga, atau mengorbankan kebutuhan keluarga yang lebih mendesak. Sebab keberangkatan ke Mekkah tak akan bermakna jika diiringi tangisan mereka yang kita tinggalkan.

Khutbah 1

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ فِي الْمَالِ حَقًّا لِلْفُقِيْرِ وَالمِسْكِيْنِ وَسَائِرِ اْلمُحْتَاجِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Hadirin shalat jum’at rahimakumullah…

Di kesempatan yang penuh berkah ini, dari atas mimbar yang mulia, khatib mengajak seluruh jamaah salat Jumat dan terlebih lagi diri pribadi khatib untuk senantiasa memperkuat ketakwaan kita kepada Allah SWT. Wujud ketakwaan itu tidak lain adalah dengan melaksanakan setiap perintah-Nya dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Sebab, sungguh, orang-orang yang bertakwa akan dianugerahi berbagai keutamaan dan rahmat dari Allah SWT, sebagaimana yang difirmankan dalam Al-Qur’an, surat Al-Hadid ayat 28.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَاٰمِنُوْا بِرَسُوْلِهٖ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَّحْمَتِهٖ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهٖ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Nabi Muhammad), niscaya Allah menganugerahkan kepadamu dua bagian dari rahmat-Nya dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu berjalan serta Dia mengampunimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hadid: 28)

Hadirin shalat jum’at rahimakumullah…
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya. Tak satu pun kejadian yang luput dari pengawasan-Nya. Dialah Yang Maha Mengetahui, Maha Teliti, dan Maha Mengawasi segala sesuatu. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa risalah Islam yang sempurna. Semoga kita senantiasa istiqamah dalam meneladani ajarannya dan diakui sebagai umat beliau di akhirat kelak. Aamiin.

Hadirin shalat jum’at rahimakumullah…
Dalam kitab An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin Ahmad bin Salamah al-Qulyubi, dikisahkan sebuah peristiwa yang sarat pelajaran. Seorang ulama besar nan zuhud, Abdullah bin Mubarak, bersiap menunaikan ibadah haji. Namun, di tengah perjalanan menuju Tanah Suci, tepatnya saat tiba di kota Kufah, ia mengalami peristiwa yang mengubah segalanya.

Di kota itu, ia menjumpai seorang perempuan miskin yang terpaksa memungut bangkai seekor itik untuk dimakan bersama anak-anaknya. Abdullah yang mulia sempat menegur dan mengingatkan bahwa memakan bangkai adalah haram. Namun, perempuan itu menjawab lirih: sudah tiga hari keluarganya tidak makan. Mereka terpaksa melakukannya demi bertahan hidup.

Tersentuh oleh penderitaan yang dihadapinya, hati Abdullah bin Mubarak luluh. Ia pun menyerahkan semua bekalnya keledai tunggangannya, makanan, pakaian, dan segala peralatan perjalanan kepada keluarga itu. Ia memilih tinggal di Kufah dan tak lagi punya cukup bekal untuk melanjutkan hajinya. Tahun itu, ia gagal pergi ke Makkah.

Namun, ketika ia pulang ke kampung halaman, orang-orang menyambutnya dengan penuh sukacita, seolah ia baru saja menunaikan haji. Abdullah bingung. Ia bahkan menegaskan bahwa dirinya tidak jadi berhaji. Anehnya, para jamaah haji yang kembali dari Makkah justru berkata bahwa mereka melihat Abdullah di sana, bahkan membantu mereka membawa barang dan memberi minum.

Malam harinya, Abdullah bin Mubarak mendapat penjelasan dari Allah melalui mimpi. Dalam mimpinya, terdengar suara: “Wahai Abdullah, sesungguhnya Allah telah menerima amal sedekahmu, dan Dia mengutus seorang malaikat dalam rupa dirimu untuk menggantikanmu menunaikan ibadah haji.”

Hadirin shalat jum’at rahimakumullah…
Masyaallah. Kisah ini menjadi pelajaran agung bagi kita. Betapa Allah menghargai keikhlasan dalam membantu sesama. Abdullah bin Mubarak memilih mendahulukan kepentingan sosial ketimbang ibadah individu bukan karena meremehkannya, tetapi karena memahami bahwa membantu orang kelaparan juga merupakan ibadah besar. Inilah manifestasi kasih sayang Allah yang diwujudkan dalam bentuk amal nyata kepada manusia.

Hal ini sejalan dengan kaidah fiqih:

المُتَعَدِّيْ أَفْضَلُ مِنَ القَاصِرِ

Artinya: “Ibadah sosial memiliki keutamaan yang lebih tinggi dibandingkan ibadah individual.”

Kaidah ini menegaskan pentingnya memahami skala prioritas dalam menjalankan syariat menyadari mana yang lebih mendesak untuk dilakukan (al-fiqh al-awlawi), dan mana yang bisa ditunda demi kemaslahatan yang lebih besar.

Hadirin shalat jum’at rahimakumullah…
Kisah yang telah disampaikan sebelumnya memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana kita seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika di sekitar kita masih ada saudara atau tetangga yang hidup dalam kekurangan, sangat membutuhkan pertolongan, maka menolong mereka menjadi sebuah prioritas yang lebih utama bahkan sekalipun niat kita sedang menuju pelaksanaan ibadah yang tergolong sebagai rukun Islam.

Inilah hikmah dari kewajiban ibadah haji yang bersyarat dalam Islam. Ia hanya diwajibkan bagi mereka yang benar-benar mampu bukan semata mampu secara finansial atau fisik, tapi juga secara mental dan spiritual. Ketidaktegaan Abdullah bin Mubarak untuk melanjutkan perjalanannya mencerminkan kematangan mental dan kepekaan hati. Ia lebih memilih memberikan seluruh bekalnya demi menyelamatkan satu keluarga dari kelaparan, karena itulah bentuk nyata dari kasih sayang dan nilai luhur Islam.

Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 97:

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS Ali Imran: 97).

Pelajaran penting lain yang dapat kita petik dari kisah Abdullah bin Mubarak adalah makna sejati dari “al-birru” yakni kebajikan yang luhur dan sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Abdullah mengajarkan kepada kita bahwa kebajikan bukan sekadar niat baik, tetapi pengorbanan nyata. Ia rela menyedekahkan hartanya yang sejatinya sudah mencukupi untuk bekal haji hingga tidak lagi cukup untuk melanjutkan perjalanan ke Tanah Suci. Namun justru di situlah letak kemuliaan amalnya.

Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya yang agung, dalam Surat Ali Imran ayat 92:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

Artinya: “Kalian tidak akan memperoleh kebaikan yang sempurna hingga kalian menginfakkan sebagian dari harta yang kalian cintai.” (QS Ali Imran: 92)

Hadirin shalat jum’at rahimakumullah…
Demikianlah khutbah singkat yang dapat khatib sampaikan. Semoga apa yang telah disampaikan membawa manfaat bagi kita semua baik yang mendengar secara langsung maupun yang membaca di kemudian hari.

Marilah kita senantiasa menjadi hamba yang bertakwa, yang ringan tangan dalam menolong sesama, dan selalu meneladani akhlak mulia dari para salihin yang diridhai Allah. Semoga kita pun termasuk dalam golongan yang kelak diberi kesempatan dan kemampuan untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.

Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

https://ponpes.web.id

Belajarlah! Karena tidak seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ponpes.web.id - Kumpulan direktori website pondok pesantren seluruh Indonesia.